Saigon kota "Mutiara dari Timur Jauh"
Ditulis oleh arief | |
Jumat, 06 November 2009 | |
Saigon, Salah satu kota di Vietnam ini menjadi pusat perdagangan bagi para saudagar dari Jepang, China, dan negara Barat yang mengarungi Sungai Saigon menuju Pulau Pho. Kota terbesar di Vietnam bagian selatan ini mengalami perkembangan pesat sejak abad ke-18. Kota ini lalu berganti nama resmi menjadi Ho Chi Minh sejak 1976 untuk menghormati bapak kemerdekaan bangsa Vietnam-yang akrab dengan sebutan "Paman Ho". Bagi sebagian warga setempat, Saigon masih tetap menjadi nama populer untuk menyebut kota berpenduduk sekitar 8 juta jiwa ini. Setahun sebelumnya, kota yang menjadi pusat pemerintahan Vietnam Selatan itu dipersatukan oleh Vietnam Utara pada 30 April 1975. Perang saudara di Vietnam sejak 1959 yang melibatkan kekuatan-kekuatan asing pun berakhir. Setelah sempat mengalami kemunduran selama beberapa tahun, mulai awal dekade 1990-an Vietnam mulai kembali bergeliat dan ekonominya tumbuh berkembang. Saigon, alias Kota Ho Chi Minh, kembali ditata dan dipercantik sehingga menjadi tempat yang menarik untuk para wisatawan mancanegara. Kendati di bawah kendali rezim komunis,masih banyak bangunanbangunan peninggalan kolonial Prancis di Saigon yang tetap dirawat dengan baik. Bahkan, mesin-mesin perang milik Amerika Serikat (AS), seperti tank dan pesawat terbang, tidak mereka hancurkan. "Bangunan peninggalan penjajah dan alat-alat perang milik mantan musuh tetap kami jaga dengan baik. Mereka justru menjadi andalan kami dalam mendatangkan pemasukan di sektor pariwisata," kata Hung Tran, Direktur Biro Perjalanan Wisata Viking Travel. Sementara itu, menurut sejumlah pelaku usaha wisata di Ho Chi Minh siap bersaing dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara dalam industri pariwisata. Namun, negara komunis itu harus terus membenahi infrastruktur sehingga dapat mendukung pengembangan wahana wisata, terutama di sektor bahari. "Vietnam memiliki potensi besar untuk bersaing dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dalam menarik para wisatawan. Vietnam memiliki banyak kawasan pesisir dan sungai yang indah dan mengundang decak kagum," ujar Madlen Ernest, seorang warga asing yang mengelola usaha wisata di kota yang populer disebut Saigon itu. Ernest kini mengelola usaha ayahnya, Stefan, sebagai manajer pemasaran restoran dan kapal pesiar Bonsai River Cruise. Perusahaan keluarga yang mereka kelola kini memiliki dua kapal pesiar, yang disulap menjadi restoran mengapung yang beroperasi di Sungai Saigon. Namun, perempuan asal Austria itu menilai bahwa wisata bahari ini saat ini belum digarap secara maksimal oleh pemerintah dan para pelaku usaha lokal. Padahal, Vietnam memiliki banyak sungai dan memiliki pesisir yang panjang. Akan tetapi, belum banyak pelaku usaha dan biro perjalanan yang berkecimpung di wisata bahari. Gairah Malam di Kapal Bonsai Melewati malam di kapal dengan jamuan serbanikmat di atas Sungai Saigon, hmm sungguh mengasyikkan. Apalagi, saat makan malam dan berputar-putar dengan kapal itu disuguhi berbagai pertunjukan seni dan live music. Di Vietnam, objek wisata Sungai Saigon menjadi salah satu andalan pendapatan asli daerah (PAD) kota setempat. Sungai ini menjadi ladang basah menjanjikan bagi para pengusaha jasa sewa kapal. Mereka membangun restoran-restoran berbentuk kapal yang siap mengarungi Sungai Saigon. Dek kapal-kapal ini menjadi tempat perjamuan, lengkap dengan panggung hiburan. Sementara ruang yang biasanya untuk kendali, menjadi tempat bartender. Pengendalian kapal dilakukan dari ruang bawah. Ada puluhan kapal yang beroperasi di Sungai Saigon. Mereka menawarkan jasa pagi hingga malam. Salah satunya kapal Bonsai I. Kapal ini milik pengusaha dari Austria, Stefan Ernst. Panjang 40 meter dan lebar 9,5 meter, kapal ini memang tergolong kecil.Namun, mereka punya paket yang tergolong menarik dan mewah. Masakan yang disajikan berupa udang goreng, nasi, ayam goreng, sate, buah-buahan, dan masakan standar Eropa maupun Vietnam. Begitu pengunjung memenuhi setiap meja makan, kapal akan mulai berjalan. Hidangan pun sudah siap terhidang dan pengunjung tinggal menyantapnya. Kemudian, panggung segera diisi hiburan berupa band maupun hiburan tradisional Vietnam. "Kita akan berlayar selama dua jam. Jadi, sudah cukup untuk waktu makan dan menikmati hiburan maupun pemandangan," kata seorang guide, Nhi. Dan, rasanya memang sensasional. Sebab, kita bisa makan sambil menikmati pemandangan yang berbeda-beda. Kadang ada perkampungan, kadang perkotaan, atau pemandangan lain. Sesekali, tibatiba kapal lain melewati dengan dentuman musik yang ada di panggung kapal itu dan kemeriahan orang makan. Fasilitas lain, toilet yang bersih dan berstandar hotel. Ini semakin membuat nyaman konsumen.Selain itu, pemilik kapal juga menyediakan tukang pijat. "Pijat selama 10 menit, harganya 120 dong, atau kalau bayar dengan dolar sebesar USD6 dolar.S ilakan kalau mau pijat, bisa membuat Anda rileks kembali," tawar pemijat di kapal Bonsai I, Thu. Selain itu, juga ada tukang sulap yang jenaka. Begitu para tamu selesai makan, biasanya mereka beraksi mendatangi meja demi meja untuk memamerkan kebolehannya. Mahalkah makan di kapal sambil menyusuri Sungai Saigon? Sangat relatif. Di kapal Bonsai, satu orang membayar USD33 (sekitar Rp330.000). Jika dilihat dari makan prasmanan dengan ragam masakannya, juga paket hiburan dan perjalanan kapal yang menyusuri sungai selama dua jam, maka harga itu termasuk murah. "Ini harga yang murah. Memang ada kapal lain yang lebih murah untuk satu orangnya, tapi kami memberi pelayanan hiburan yang lebih lengkap," jelas Mladen Ernst, pengelola kapal itu. Terasa sensasional memang. Makan di atas kapal sambil menyaksikan pemandangan berbeda-beda dengan menyusuri sungai. Pagi sampai sore, pemandangan akan sangat terlihat jelas. Namun saat malam hari, juga begitu romantis dan memiliki nuansa menarik. Lampu-lampu kota menjadi pemandangan tersendiri, selain gemercik air yang seperti musik. (Koran SI/Koran SI/nsa) Sumber: www.okezone.com |