Info Tujuan Wisata

Minggu, 24 April 2011

Mesir

Intip Ramadhan di Mesir Yuk!

Ditulis oleh arief   
Kamis, 17 September 2009
Ramadhan di Mesir adalah salah satu saat di mana negara ini akan menjadi 'hidup' dengan indah oleh api lentera. Walaupun Mesir telah menjadi salah satu negara yang ramai dan makmur, perdagangan dan gedung bertingkat yang mewah, masyarakat Mesir sama sekali tidak melupakan tradisi penting selama bulan Suci Ramadhan. Ada tiga hal yang selalu akan ditemui di Mesir selama Ramadhan: Fanous (lentera), Mesaharaty (penjaga malam) dan makanan hasil derma yang disebut Mawaed Al Rahman (makanan dari Allah yang Maha Pemurah)

Sejarah Fanous (lentera) dan Mesaharaty ini ternyata berawal dari masa Fatimid di Mesir. Beberapa sumber mengatakan bahwa penggunaan lentera ini dapat dilacak mulai sampai tahun 392 Hijriyah. Di masa ini dikisahkan bahwa masyarakat Mesir membawa lentera untuk menyambut kedatangan khalifah baru Al Muis Liddin Allah di gerbang kota Kairo. Sementara di kisah lain diceritakan bahwa wanita yang berjalan di luar rumah pada era Fatimid ini akan selalu ditemani oleh seorang anak laki-laki yang membawa lentera, untuk mengingatkan kepada para pria untuk tidak menggoda. Setelah tradisi ini hilang ditelan waktu, ternyata lentera tidak, mereka tetap ada dan dipergunakan untuk hiasan.

Selama Ramadhan, lentera dinyalakan di jalanan, rumah, restoran, toko, hotel, dan di berbagai tempat di Mesir. Nyala lentera sudah pasti merupakan simbol datangnya bulan Ramadhan di Mesir. Lentera yang biasa digunakan disebut fawanees ini tampil dengan penuh hiasan dan sumber nyala yang digunakan adalah lilin. Lentera ini dibuat dengan bahan timah atau perak dan kaca berwarna yang hanya dibuat selama bulan Sya'ban.


Kehadiran penjaga malam, Mesaharaty - yang akan berjalan di sekeliling kota dan pedesaan adalah salah satu tradisi yang dijaga tetap hidup di Mesir. Di negara ini, masyarakat tetap 'hidup' dan aktif bergerak sampai menjelang Shubuh pada saat Ramadhan, dan tugas para Mesaharaty ini tidak jauh beda dengan kelompok-kelompok tetabuhan yang akan membangunkan atau mengingatkan warga jika sudah tiba waktu sahur. Di masa lalu, bahkan seorang Mesaharaty bisa berhenti di depan rumah seseorang, memukul genderang yang dibawa olehnya atau bahkan jika mengenal baik, seorang Mesaharaty akan memanggil nama penghuni rumah tersebut untuk mengingatkan waktunya sahur


Bilal bin Rabah, muadzin pertama dalam sejarah Islam juga dianggap sebagai seorang Mesaharaty, karena ia mengingatkan orang dari puncak menara masjid untuk sahur dan saatnya Imsak. Tradisi ini sudah ada dalam sejarah Mesir semenjak tahun 238 Hijriyah, pada waktu itu Antaba bin Ishaq, penguasa kota, berjalan dari Fustat sampai ke Masjid Amir Ibnu Al Aas sambil mengajak para saudara Muslim untuk sahur. Akhirnya, seiring waktu, Mesaharaty menggunakan genderang, alat musik yang dijamin pasti akan membangunkan siapa pun dari tidurnya.

Walaupun banyak acara TV yang mulai bermunculan dengan tujuan membantu masyarakat untuk terjaga sampai sahur tiba, para Mesaharaty tidak hilang dari Kairo, Mesaharaty memang salah satu tradisi yang tidak akan hilang dari Mesir selama bulan Ramadhan. Para Mesaharaty tidak menerima gaji, hanya sedikit tips di penghujung Ramadhan, tapi kehadirannya merupakan bukti tradisi yang terus mengingatkan akan masa lalu. Kehadirannya, tabuhan genderang yang selalu dibawanya, selalu mengingatkan bahwa Ramadhan sudah datang.

Salah satu tradisi terakhir adalah memberikan iftar secara gratis, makanan berbuka puasa ini disebut sebagai Mawaed Al-Rahman, juga adalah tradisi mulia dari Mesir yang menggambarkan semangat Ramadhan secara sempurna, dengan semangat berbagi dan memberi dengan ikhlas. Seiring waktu, tradisi ini semakin menghilang, bahkan Kementrian Agama Mesir mulai mengurangi tradisi ini, dan mengalihkan dana untuk pembagian Mawaed Al-Rahman secara gratis ini menjadi 'Kantung Ramadhan' yang berisi beras, pasta dan minyak goreng.

Ternyata tradisi ini diterima baik oleh masyarakat, apalagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan mulai merasa malu untuk datang hanya makan gratis. Oleh karena itu, banyak mereka yang ingin menjalankan tradisi ini akhirnya mengganti dengan 'Kantung Ramadhan' yang ternyata lebih banyak pas di sasaran.

Sumber: Kapanlagi.com

By pande-baliwisata with